Search This Blog

Sunday, December 20, 2009

All About My Mother (A Tiny Gift From Your Cute Daughter)

Ibu...
Saya biasa manggil beliau dengan sebutan ibu, padahal waktu saya pertama kali belajar ngomong, saya nggak bisa nyebut kata ibu tapi mama. Entah apa yang ibu rasakan ketika mengandung saya 20 tahun yang lalu, selain perasaan bahagia yang meluap-luap. Betapa tegarnya ibu membawa saya kemanapun ibu pergi. Bahkan 1 centimeter ibu berpindah tempat, ibu tetap membawa saya. Bahkan saat ibu membutuhkan privasi (mandi, buang air), ibu tidak malu untuk membawa saya. Ibu sangat setia pada saya dan sangat mementingkan kepentingan saya daripada kepentingan dirinya sendiri. Sungguh, saya ingin bertanya kepada ibu, apakah tubuh saya sangat berat waktu itu?

Saat saya dalam detik-detik yang menegangkan untuk menyambut dunia luar, Ibu sedang hajatan di kamar mandi (ngerti kan maksudnya..). Ketika itu ibu merasakan ada sesuatu yang aneh pada duburnya. Segera ibu memanggil ayah dan saat itu pula ibu dibawa ke bidan dengan menggunakan becak. Ibu tidak ingin saya lahir di tempat yang dingin dan tidak steril. Maka ibu menahanku supaya sabar menunggu hingga sampai di kasur bidan. Tetapi ibu, dimanapun saya lahir, saya akan tetap menangis bukan?? Jangan ibu tahan rasa sakit itu, bu. Sampailah di bidan, kemudian saya dilahirkan dengan selamat. Waktu itu saya tidak tahu orang2 di sekitar saya merasakan apa karena saya hanya bisa menangis kencang, dan itu menjadi konser perdana saya di dunia. Sungguh, saya ingin bertanya kepada ibu, apakah sakit ketika melahirkanku?
Empat bulan berlalu....ibu merawat saya dengan kasih sayang yang berlimpah. Kadang ibu tidak memperhatikan ayah karena begitu konsentrasi mengurusku. Dan...sebentar lagi saya akan dapat adik. Ibu mengandung adik saya. Saya nggak tahu senang atau tidak, saya masih sangat kecil. Saya akan punya adik, bagaimana dengan kasih sayang ibu nanti? Bagaimana ibu mengurus saya? Namun, kekhawatiranku tidak berlarut-larut. Ibu dan ayah tetap mengajarkan saya berjalan, berbicara, dan mengurus saya dengan cermat. Ketika sore menjelang, ibu dan ayah selalu membawaku keluar untuk belajar jalan. Tidak hanya di sekitar rumah, tetapi sampai ke pusat Jakarta. Ibu tetap menjadi ibu bagi saya dan adik saya yang masih ada dalam kandungan. Dengan perut yang kian membesar, ibu tetap memberikan semua hak-hak saya sebagai anak. Sungguh, saya ingin bertanya kepada ibu, apakah saya menyusahkanmu di waktu ibu harus mengurus kami ketika itu?
Hari pertama saya masuk sekolah TK. Ibu mengantar saya ke sekolah. Untung sekolahnya dekat, jadi ibu mengantar dengan jalan kaki. Dengan semangat ibu mengantar saya, berharap saya dapat teman yang banyak. Hari itu adalah pertama kali saya bersosialisasi. Ketika itu saya masih malu-malu untuk berteman dengan orang lain dan takut ditinggal sendiri oleh ibu. Maka saya meminta ibu untuk tetap di sekolah. Tetapi ibu, ibu tidak memarahiku, meskipun di rumah ada adikku yang membutuhkan ibu juga. Ibu memberikanku pengertian dan nasihat dengan suara lembut ibu. Saya jadi tenang dan berani di sekolah sendirian. Rasanya saya ingin berteriak, saya adalah anak ibu yang paling berani! Ibu tidak perlu mengantar saya karena saya adalah pemberani! Sungguh, saya ingin bertanya kepada ibu, apakah sebenarnya ibu marah ketika saya merengek meminta ditemani di sekolah?
Ah...ibu selalu mengantar saya di waktu pertama saya sekolah. Saat SD pun ibu melakukan hal yang sama. Bermodalkan sepeda mini, ibu mengantar saya sampai sekolah. Ibu juga melakukannya kepada adik saya. Untung setelah itu saya bisa berangkat sendiri karena sudah punya teman dan tahu jalan ke sekolah. Saya mengatakan kepada ibu kalau saya berangkat ke sekolah bareng teman, ibu tetap mengantar saya meskipun sampai depan gerbang rumah. Ibu tak pernah melewatkan masa terpenting dalam hidup saya dan adik saya yaitu awal masuk sekolah. Mungkin ibu ingin melihat ekspresi kami ketika pertama kali menginjakkan kaki di sekolah. Ibu sangat ingin menyaksikan saat-saat itu, tak peduli sekolah kami berbeda atau tidak. Sungguh, saya ingin bertanya kepada ibu, apakah ibu tidak lelah mengantarkan kami ke sekolah secara bergantian?
Saya mulai mandiri sejak SMP, ibu mempercayakan saya untuk bersekolah dengan menggunakan angkot. Ibu memberi kebebasan pada saya untuk memilih sekolah. Ibu pun mengajakku untuk melihat-lihat sekolah SMP yang saya rekomendasikan. Ibu meluangkan waktu untuk melakukan hal itu agar saya dapat melihat bagaimana kondisi sekolah yang saya pilih demi kesuksesanku nanti. Tak pernah saya mendengar ibu berkata kalau hal ini membuang-buang waktu, malah ibu lebih bersemangat dibandingkan saya sendiri. Padahal saya tahu ibu pasti lelah karena esok hari ibu harus berangkat kerja pagi-pagi, tetapi ibu tetap setia menemani saya sampai saya memilih pilihan yang tepat tanpa paksaan. Sungguh, saya ingin bertanya pada ibu, apakah ibu memiliki waktu istirahat yang cukup agar dapat mempertahankan stamina dan tenaga?
Ketika mau masuk SMA pun ibu melakukan hal yang sama. Ibu selalu berada di samping saya untuk mendampingi saya. Masa-masa SMA ini adalah penentuan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Ibu memberikan saya dan adik saya untuk ikut bimbingan belajar, pelajaran tambahan di sekolah, dan kegiatan2 yg membantu kegiatan belajarku. Ketika itu, saya berhasil masuk sekolah unggulan dan tentunya uang SPP lain daripada yang lain. Ibu memberikan segalanya yang terbaik untuk saya agar saya dapat tetap melanjutkan sekolah ke universitas. Sungguh, saya ingin bertanya kepada ibu, berapa banyak uang yang ibu keluarkan untu saya?
Kuliah di luar kota adalah rencana saya sejak kelas 3 SMA. Ibu dan ayah memberikan dukungan atas keinginan saya. Dan saya dapat kesempatan kuliah di luar kota. Saya meninggalkan keluarga untuk beberapa waktu ke depan. Ibu dan ayah mengantar saya ke Bandung untuk membawakan barang-barang kebutuhan selama di Bandung. Perjalanan dari Bekasi ke Bandung cukup lama, apalagi dengan membawa barang-barang dan menggunakan mobil angkot yang dikendarai tetangga. Tentunya banyak biaya dan usaha yang dikeluarkan, Mengingat kondisi badan ayah yang tidak kuat kalau pergi dengan jarak yg jauh. Namun, ayah tetap ingin mengantarku dan sama sekali tidak menampakkan raut muka yang kesakitan. Ibu pun sangat senang. Di dalam mobil ibu sempat menyuapi saya makan siang, sudah lama sekali tidak disuapi oleh ibu. Ketika sampai di Bandung saya pun tersadar bahwa hari ini adalah hari terakhir saya melihat mereka. Perlu beberapa bulan lagi untuk bertemu dengan mereka karena kehidupan kuliah itu pastilah sangat sibuk. Sambil pindahan, ibu cerewet ini itu memberikanku nasihat-nasihat dengan gaya khas nya. Cerewetnya sama seperti di rumah jika saya tidak membereskan kamar saya. Sungguh, saya ingin bertanya kepada ibu dan juga ayah, apakah kalian akan merindukan dan mengkhawatirkanku?
Saya sering mempertanyakan hal-hal itu kepada ibu. Namun, ibu hanya menjawabnya dengan senyuman tuanya. Entah apa maksud dari senyuman itu. Terkesan ibu memang tidak ingin menjawabnya secara gamblang di depanku. Atau ibu ingin saya merasakannya sendiri nanti ketika saya sudah menjadi seorang ibu? Ibu, ayah,  tak dapat saya hitung pengorbananmu selama ini untuk saya dan adik. Bahkan kalkulator yang memiliki digit terpanjang pun tak sanggup menghitungnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya berikan untuk ibu, karena terlalu banyak yang harus saya balas. Ketika saya bertanya, apakah yang ibu harapkan dari saya agar saya dapat mengganti semua jasa ibu, ibu hanya menjawab "kebahagiaan dan kesuksesan untukmu sendiri serta jangan lupakan keluargamu, itu sudah cukup". Sungguh, saya sangat menyayangi ibu, ayah, dan adik. Saya rindu kalian .........

Nui
-anak perempuan yang belum tahu caranya berterima kasih-


No comments:

Post a Comment