Ini kenyataan. Tomoya mencoba menerima apa yang ia anggap mimpi terburuk
itu. Ia menghadiri hari pemakaman Keiko dan memberikan penghormatan terakhir
untuk Keiko. Banyak sekali orang yang datang ke rumah Keiko yang kecil namun
terasa hangat. Di ruang tengah, peti mati Keiko diletakkan dan dilengkapi
dengan foto Keiko. Melihat foto Keiko itu, hati Tomoya kembali merasakan
kepedihan yang mendalam. Ia tidak akan bisa melihat senyum itu secara langsung.
Terlebih lagi, ia tidak akan bisa mengatakan perasaannya selama ini kepada
Keiko.
Ketika Tomoya hendak berjalan keluar rumah, ia dihentikan oleh suara
laki-laki.
“Maaf… apakah kau yang bernama Tomoya?” Tanya laki-laki itu dengan nada
yang sangat sopan.
Tomoya menengok dan hanya bisa mengangguk.
“Aku Katou.” Katanya sambil memberikan kartu namanya. “Apa kau ada waktu
untuk melihat barang-barang peninggalan Keiko?” Lanjutnya.
“Eh? Aku?” Tomoya bingung dan ia takut ada salah paham dengan laki-laki
ini. Iya, laki-laki ini pernah disebut Keiko ketika di kedai ramen. Dan Tomoya
berfikir kalau laki-laki ini adalah pacar atau tunangan Keiko. Laki-laki ini juga yang Tomoya lihat ketika di rumah sakit.
Tanpa banyak bertanya, Katou mempersilahkan Tomoya untuk mengikutinya.
Tomoya hanya bisa menurut dan mengikuti Katou dari belakang. Kamar Keiko
terletak di lantai dua. Sebuah tangga kayu menghubungkan lantai bawah dengan
lantai atas. Ketika sampai di anak tangga paling atas, Tomoya memberanikan diri
untuk bertanya.
“Mengapa aku harus melihatnya? Aku rasa kau lebih pantas untuk melihatnya
dan menyimpannya.”
Katou tertawa kecil. “Oh, jangan-jangan kamu menganggap aku adalah pacar
Keiko. Aku sepupu Keiko, bukan pacarnya,” Katou menjelaskan sambil melanjutkan
perjalanannya ke kamar Keiko.
Sejujurnya Tomoya merasakan kelegaan mendengar penjelasan itu, namun rasa
perih itu tetap ada dan mendominasi ruang hatinya.
Kamar yang sangat sederhana dan identik dengan perempuan. Kamar berukuran
4x4 meter dengan dua jendela besar di sisi kanan, cat dinding berwarna putih,
dan lantai kayu. Satu ranjang kecil memenuhi pojok kanan kamar, di sebelahnya
ada meja tulis. Meja tulis itu berantakan, penuh dengan buku, kertas-kertas,
dan sebuah laptop. Sebuah lemari di depan pintu masuk, meja rias, dan buffet
kecil juga menghiasi kamar Keiko.
Namun bukan itu yang membuat Tomoya tercengang saat memasuki kamar Keiko.
Ia terdiam melihat dinding dekat meja tulis Keiko yang penuh dengan fotonya.
Bahkan ada foto-foto mereka ketika masih sekolah dulu, saat mereka di brass
band, makan di kedai ramen, atau hanya jepretan iseng saja. Tidak hanya itu,
foto-fotonya ketika ia bermain drum bersama band, saat konser, Keiko juga
menempelkannya di dinding. Entah dari mana Keiko mendapatkan semua itu.
“Ada beberapa surat yang tidak pernah ia kirimkan untukmu.”
Katou menunjukkan beberapa lembar surat yang dia ambil dari laci meja. Tomoya
mengambil surat itu dan mulai membacanya satu persatu.
Nee Tomoya, kapan
kau akan kembali ke Hyogo?
Aku kangen sekaliii
>_<
Aku ingin datang ke
konsermu sekaliiiii saja. Tapi Tokyo itu jauh…
Dan masih banyak lagi…
Isi surat itu sedikit-sedikit, seperti diari. Tentu saja Keiko tidak akan
mengirimkannya, mungkin Keiko pikir itu akan sangat konyol. Ketika Tomoya
menelaah kembali meja tulis Keiko, ia menemukan sebuah kotak. Ia membukanya dan
ternyata kotak itu berisi tiket-tiket konser band nya.
“Keiko sangat aneh. Ia tetap ingin membeli tiket konser meskipun ia tidak
bisa pergi. Dia bilang, tidak apa-apa asalkan dia punya tiketnya.”
Tomoya tahu, Keiko memang sulit ditebak. Orang-orang di sekitarnya hanya
bisa meng-iya-kan apa yang diinginkannya.
“Keiko sering bercerita tentang dirimu setiap saat dengan penuh semangat.
Aku merasa seolah-olah ia mendapatkan dorongan semangat darimu. Aku pikir ia
sangat mengagumimu lebih dari apapun. Maka dari itu, aku sangat senang bertemu
dengan seseorang yang telah membuatnya bahagia.” Jelas Katou.
“Tapi… aku sama sekali tidak pernah tahu tentang hal ini. Apalagi kita
sudah lama tidak bertemu setelah lulus sekolah.”
“Aku juga merasa aneh dengan sikapnya, tetapi begitulah ia. Aku tahu, Keiko
sangat mencintaimu. Oh iya, ini adalah foto terakhir yang aku cetak untuknya.”
Katou menyerahkan selembar foto kepada Tomoya. Tomoya merasa ada sesuatu
yang dia ingat dalam foto itu. Ya, foto itu adalah foto keluarga kecil yang
Keiko lihat di pantai saat Tomoya memberikan tiket konser. Ini adalah foto
terakhir Keiko.
“Di belakang foto itu ada tulisan terakhir dari Keiko untukmu.”
Tomoya membalik foto itu dan membaca tulisan Keiko dengan seksama. Kemudian
tubuhnya lemas terduduk di ranjang Keiko, tangannya bergetar, air matanya tidak
terbendung lagi, dan Tomoya menangis menahan perih dalam hatinya.
To be continued....
Ara~
ReplyDelete*gemeteran*
kenapa gemeteran... :3
Delete