Musim semi adalah musim yang cukup menyenangkan bagi Keiko. Dia tak akan
bertemu salju yang akan membuatnya beku, dan tidak pula bertemu dengan panas
matahari yang akan membakar kulitnya yang putih. Mungkin semua orang juga
berfikir demikian, terlihat ketika ia menyusuri jalanan di suatu blok, ia
berpapasan dengan orang-orang yang akan melakukan hanami di sore hari dengan
ekspresi bahagia.
Wangi musim semi begitu terasa, ini yang membuat Keiko bersemangat menuju
kedai ramen milik paman angkatnya. Letaknya tidak jauh dari tempat kerjanya.
Keiko bekerja sebagai pegawai di toko musik, yang khusus menjual dan
memperbaiki instrumen seperti gitar akustik, gitar elektrik, drum, trompet,
horn, bass, dan sebagainya. Sampailah Keiko di kedai pamannya yang tidak begitu
besar, namun banyak dikunjungi orang. Di depan kedai terpasang kain persegi
panjang berwarna merah bertuliskan “RAMEN” dalam huruf katakana.
Sebenarnya ada hal lain yang membuat Keiko bersemangat pergi ke tempat itu.
Teman lamanya, Tomoya, datang dari Tokyo untuk bertemu dengannya dan sedang
menunggu di kedai. Tomoya adalah sahabat dekat Keiko sejak SMA dan ini adalah
pertama kalinya bertemu setelah mereka lulus dari sekolah.
“Yo, Tuan Drummer dari Tokyo!” Ucap Keiko ketika ia sampai di kedai dan
melihat Tomoya sedang menikmati ramennya.
Tomoya menengok ke arah Keiko, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Kamu ini kemana saja? Lama sekali sampainya…” sambut paman angkat Keiko
sambil menyelesaikan pesanan ramen. Paman angkat Keiko adalah seorang duda
berperawakan tinggi dan gagah. Keiko dan pamannya sangat dekat, terlebih ketika
istri pamannya meninggal 3 tahun yang lalu karena sakit. Keiko sudah dianggap
anak sendiri, apalagi paman angkatnya memang belum memiliki keturunan. Paman
juga kenal baik dengan Tomoya.
“Iya maaf…” Keiko meminta maaf sambil tersenyum dan berjalan ke arah meja
yang menyatu dengan tempat pamannya menyiapkan ramen. Biasanya meja ini dipakai
untuk orang-orang yang hanya makan sendiri dan terdiri dari beberapa kursi yang
berjejer. Tomoya juga menikmati ramennya di meja ini.
“Aku pesan seperti yang biasa ya Paman,” kata Keiko dan ia menarik kursi di
sebelah Tomoya, lalu duduk.
“Sudah lama ya kita tidak berjumpa,” Keiko memulai pembicaraannya dengan
Tomoya.
“Iya, sudah lama. Apa kabar?”
Pembicaraan pun mengalir. Mungkin terlihat biasa, namun bagi Keiko, ini
adalah hal yang istimewa. Mungkin pembicaraan ini tak seperti ketika mereka
masih sekolah. Ini lebih tenang dan lebih menahan ego masing-masing. Dua orang
dewasa yang membicarakan kesibukan saat ini dan cita-cita, sambil menikmati
ramen. Yang lebih membuat istimewa lagi adalah, kedai ramen ini adalah bagian
dari memori Keiko dan Tomoya.
Namun, kedua wajah mereka menampakkan sesuatu yang terpendam. Mereka
memaksakan untuk menyimpan perasaan itu dalam-dalam.
Di tengah kehangatan interaksi mereka, tiba-tiba ponsel Keiko berbunyi.
Keiko membaca e-mail yang masuk ke ponselnya.
“Ah, aku melupakan Katou-kun.”
“Ada apa dengan dia?” Tanya paman.
“Aku harus segera pulang. Ini paman uangnya..”
Keiko meletakkan uang 250 yen di meja dan buru-buru keluar dari kedai.
Tomoya yang menyaksikan Keiko pergi hanya bisa diam dan bertanya dalam hati,
“Siapa Katou-kun itu?”
“Paman, apa Katou-kun itu pacar Keiko?” Tanya Tomoya penasaran.
“Hmmm… mengapa kau tidak Tanya sendiri padanya?” Jawab paman sambil
tersenyum. Itu sebenarnya bukanlah jawaban. Sepertinya pamannya memberi isyarat
yang tidak Tomoya mengerti. Dan Tomoya harus terpaksa puas dengan
jawaban itu.
To be continued....
hiyaaa ternyata part 1 nya pendek nui hehehehe~
ReplyDeleteciciw clbk kah ini ceritanya? :p
ditunggu besok :D
komen seriusnya kalo udah tamat aja ya ^^
thanks for sharing~
-ryan
iya kakak... abis tamat aja komen seriusnya XD
Deletepart 2 jadi di post besok teh? :3
ReplyDeleteIyaa besok part 2 di-publish :)
Deletetunggu di jam yg sama, jam4 muheuhuehe
*pose*
mwehehe
Deleteudah kayak sinetron. :P
ngok...
Delete*glundung*